A. Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah
laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi
kepentingannya. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan
dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan
kebutuhansosial/psikologis. Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak
ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya. Perbedaan
itu secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan
lingkungan sosial. Perbedaan-perbedaan kepentinngan itu antara lain:
a) Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
b) Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
c) Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan
yang sama.
d) Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan
posisi.
e) Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
f) Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di
dalam kelompoknya.
g) Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman.
h)
Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
B. Prasangka, Diskriminasi, dan Etnosentris
Prasangka
Prasangka adalah sikap (biasanya negatif) kepada
anggota kelompok tertentu yang semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka
dalam kelompok (Baron & Byrne, 1991). Misalnya karena pelaku pemboman di
Bali adalah orang Islam yang berjanggut lebat, maka seluruh orang Islam,
terutama yang berjanggut lebat, dicurigai memiliki itikad buruk untuk menteror.
Sementara itu, Daft (1999) memberikan definisi prasangka lebih spesifik yakni
kecenderungan untuk menilai secara negatif orang yang memiliki perbedaan dari
umumnya orang dalam hal seksualitas, ras, etnik, atau yang memiliki kekurangan
kemampuan fisik. Soekanto (1993) dalam “Kamus Sosiologi” menyebutkan pula
adanya prasangka kelas, yakni sikap-sikap diskriminatif terselubung terhadap
gagasan atau perilaku kelas tertentu. Prasangka ini ada pada kelas masyarakat
tertentu dan dialamatkan pada kelas masyarakat lain yang ada di dalam
masyarakat. Sudah jamak kelas atas berprasangka terhadap kelas bawah, dan
sebaliknya kelas bawah berprasangka terhadap kelas atas. Sebagai contoh, jika
kelas atas mau bergaul dengan kelas bawah maka biasanya kelas atas oleh kelas
bawah dicurigai akan memanfaatkan mereka. Bila kelas bawah bergaul dengan kelas
atas dikira oleh kelas atas akan mencuri dan sebagainya. Perasaan yang umumnya
terkandung dalam prasangka adalah perasaan negatif atau tidak suka bahkan
kadangkala cenderung benci. Kecenderungan tindakan yang menyertai prasangka biasanya keinginan untuk melakukan
diskriminasi, melakukan pelecehan verbal seperti menggunjing, dan berbagai tindakan
negatif lainnya. Sedangkan pengetahuan
mengenai objek prasangka biasanya berupa informasi-informasi, yang seringkali
tidak berdasar, mengenai latar belakang objek yang diprasangkai. Misalnya bila
latar belakang kelompoknya adalah etnik A, maka seseorang yang berprasangka
terhadapnya mesti memiliki pengetahuan yang diyakini benar mengenai etnik A,
terlepas pengetahuan itu benar atau tidak. Prasangka merupakan salah satu
penghambat terbesar dalam membangun hubungan antar individu yang baik (Myers,
1999). Bisa dibayangkan bagaimana hubungan interpersonal yang terjadi jika satu
sama lain saling memiliki prasangka, tentu yang terjadi adalah ketegangan terus
menerus. Padahal sebuah hubungan antar pribadi yang baik hanya bisa dibangun
dengan adanya kepercayaan, dan dengan adanya prasangka tidak mungkin timbul
kepercayaan. Sehingga adalah muskil suatu hubungan interpersonal yang baik bisa
terbangun. Dalam konteks lebih luas, kegagalan membangun hubungan antar
individu yang baik sama artinya dengan kegagalan membangun masyarakat yang
damai. Menurut Poortinga (1990) prasangka memiliki tiga faktor utama yakni:
a. Stereotip
b. Jarak Sosial
c. Sikap Diskriminasi
Ketiga faktor itu tidak terpisahkan dalam prasangka.
Stereotip memunculkan prasangka, lalu karena prasangka maka terjadi jarak
sosial, dan setiap orang yang berprasangka cenderung melakukan diskriminasi.
Sementara itu Sears, Freedman & Peplau (1999) menggolongkan prasangka,
stereotip dan diskriminasi sebagai komponen dari antagonisme kelompok, yaitu
suatu bentuk oposan terhadap kelompok lain. Stereotip adalah komponen kognitif
dimana kita memiliki keyakinan akan suatu kelompok. Prasangka sebagai komponen
afektif dimana kita memiliki perasaan tidak suka. Dan, diskriminasi adalah komponen
perilaku. Masalah sosial akibat prasangka:
- Antikolisis: berupa gosip yang dimaksudkan untuk mengejek atau menyindir orang-orang menjadi objek prasangka
- Diskriminasi: individu yang berprasangka membuat perbedaan yang tegas dalam memperlakukan orang-orang yang disukainya dan yang tidak disukainya ke dalam komunitas tertentu.
- Serangan fisik: dalam kondisi emosi yang sangat tinggi orang-orang yang memiliki prasangka bisa melakukan serangan atau kekerasan fisik baik langsung maupun tidak langsung
- Pembantaian: jika prasangka sudah mencapai tingkat yang paling tinggi maka muncullah dorongan untuk melakukan pembantaian terhadap anggota outgroup.
Diskriminasi
Diskriminasi
adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang menjadi target prasangka. Merasa
tidak nyaman jika duduk di samping target prasangka menunjukkan bahwa seseorang
memiliki prasangka, namun memutuskan untuk pindah tempat duduk untuk menjauhi
target prasangka adalah sebuah diskriminasi. Dasar dari munculnya prasangka dan
diskriminasi adalah stereotip. Walaupun dikatakan bahwa stereotip adalah dasar
dari prasangka dan diskriminasi, namun tidak
berarti bahwa seseorang yang memiliki stereotip negatif mengenai sebuah
kelompok tertentu pasti akan menampilkan prasangka dan diskriminasi. Target dari
diskriminasi: Seksisme, rasisme, ageism, Diskriminasi terhadap Kelompok
Homoseksual, Diskriminasi Berdasarkan Keterbatasan Fisik
Etnosentris
Ada satu
suku Eskimo yang menyebut diri mereka suku Inuit yang berarti “penduduk
sejati”. Sumner menyebutkan pandangan ini sebagai etnosentrisme, yang secara
formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompoknya sendiri adalah pusat
segalanya dan semua kelompok yang lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan
standar kelompok tadi. Dengan kata lain etnosentrisme adalah kebiasaan setiap
kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling
baik. Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk
mengukur baik buruknya, tinggi rendahnya dan benar ganjilnya kebudayaan lain
dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan kita. Sebagian besar meskipun
tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat bersifat etnosentrime. Etnosentrisme
adalah suatu tanggapan manusiawi yang universal, yang ditemukan dalam seluruh masyarakat
yang dikenal, dalam semua kelompok dan praktisnya dalam seluruh individu.
Kepribadian dan Etnosentrisme
Semua
kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota
kelompok sama etnosentris. Dalam bukunya The Authoritarian Personality, Adorno
(1950) menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar,
kurang bergaul, pemeluk agama yang fanatik. Dalam pendekatan ini, etnosentrisme
didefinisikan terutama sebagai kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok
etnis atau bangsa disertai prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa lain.
C. Pertentangan dan Ketegangan dalam Masyarakat
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian
tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan
mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik
berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi
konflik yaitu:
- Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat di dalam konflik
- Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
- Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan
dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya
kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling
kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
- Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistic di dalam diri seseorang
- Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
- Pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda. Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis di dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah:
- Elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yang diungkapkan dengan: kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
- Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
- Majority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
- Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama.
- Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
- Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
D. Golongan yang Berbeda dan Integrasi Sosial
Masyarakat majemuk dan persatuan Indonesia
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat
majemuk, yaitu suatu masyarakat negara yang terdiri dari beberapa suku bangsa
atau golongan sosial yang dipersatukan oleh kekuatan nasional, yaitu
terwujudnya Negara Indonesia.
Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa inggris
"integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi
sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling
berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan
masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Definisi lain mengenai integrasi
adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap
komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap
mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2
pengertian, yaitu:
- Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
- Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang
dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur
sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial diperlukan agar masyarakat
tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik
maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme
struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut:
- Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
- Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut
konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena
adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan
terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang
batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
E. Integrasi Nasional
Menurut kamus bahasa Indonesia integrasi adalah
penyatuan supaya menjadi bulat atau menjadi utuh,dan nasional adalah yang
berkenaan dengan atau berasal dari bangsa sendiri, kebangsaan, dari 2
pengertian itu dapat diambil kesimpulan bahwa integrasi nasional adalah
penyatuan suatu bangsa agar menjadi bangsa yang utuh.
Istilah integrasi nasional yang dikemukakan oleh ahli
ilmu politik masih bervariasi dari kalangan sarjana sendiri misalnya, mereka
cenderung menyukai terminologi lainnya seperti integrasi politik daripada
istilah integrasi nasional. Ada beberapa konsep tentang integrasi nasional yang
dikemukakan para ahli. Konsep-konsep tersebut di antaranya:
1. Jones J. Cleman dan Carl G. Roberg
Teorinya banyak dipakai oleh para peminat teori
modernisasi yang digunakan untuk memahami permasalahan integrasi nasional di negara-negara
berkembang pada masa itu. Menurut Cleman & Roberg proses pemerintahan
bagian suatu negara ada 2 dimensi:
a. Intgarasi vertical (elite-massa)
Integrasi ini mencakup masalah-masalah yang ada pada
bidang vertikal. Menjebatani celah perbedaan yang menyakini ada antara kaum
elite dan massa dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan
masyarakat politik yang berpartisipasi, mereka menamakan dengan dimensi
vertikal ini sebagai integrasi politik.
b. Integrasi horizontal (teritorial)
Integrasi ini mencakup masalah-masalah yang ada pada
bidang horizontal. Bertujuan untuk mengurangi diskonitalitas dan ketegangan
kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang
homogen.
2. Rupert Emerson dan Kh. Silvert
Para sarjana-sarjana ini memahami integrasi nasional
dalam arti yang sama dengan integrasi teritorial dari Clemen dan Roberg.
3. Myron Weiner
Weiner merupakan seorang ilmuan politik Amerika
Serikat. Dia telah mengumpulkan sejumlah pengertian integrasi yang sering
dipergunakan oleh para ilmuan uraiannya itu, ia mengidentifikasi dengan jelas
masalah-masalah yang tercakup dalam setiap pengertian yang pernah dipergunakan
oleh para sarjana sampai pertengahan 1960-an. Dari studi ini, Weiner
menampilkan beberapa pengertian integrasi lain yang lebih bermanfaat umum,
seperti integrasi nilai, integrasi tingkah laku dan integrasi budaya.
sumber
PDF Ilmu Sosial Dasar - Universitas Gunadarma
PDF Ilmu Sosial Dasar - STMIK
Pringsewu
http://brainly.co.id/tugas/158649
Wikipedia
Comments
Post a Comment